Mengintip Dapur Gudeg yang Legendaris



Belum ke Yogyakarta kalau belum makan gudeg. Begitulah anekdot yang sering terdengar mengenai makanan khas Yogyakarta ini.


Menjelang kepulangan  ke Jakarta, kami mampir ke tempat makan gudeg legendaris yang konon keberadaannya sudah eksis cukup lama melampaui jaman. Nama gudeg Yu Djum sangat terkenal ke penjuru nusantara bahkan ke luar negeri sebagai pengobat kangen bagi kaum diaspora.






Sementara  lainnya sibuk antri membeli gudeg untuk buah tangan, saya tertarik melihat proses pembuatan gudeg ini. Di ruangan yang di sebut dapur terlihat beraneka tungku dengan bahan kayu bakar sebagai sumber pembakaran. Tidak ada kayu jenis khusus sebagai bahan bakar tungku. " Kayu yang dipakai biasanya dari bahan bangunan yang sudah tidak terpakai atau hasil tebangan pohon di jalan". Begitu menurut keterangan salah satu pekerja gudeg Yu Djum.





Bahan gudeg adalah buah nangka muda atau biasa disebut "gori" dalam bahasa jawa. Kemudian di campur dengan berbagai bumbu rempah yang di haluskan dan di beri santan secukupnya kemudian di rebus hingga kering. Untuk mendapatkan tekstur gudeg yang lembut dan berwarna merah rupanya diberikan daun jati dalam merebusnya. Cara memasak gudeg dengan tungku berbahan kayu bakar, terus dipertahankan karena menurut salah satu pekerja di dapur gudeg Yu Djum, panas dari proses pembakaran kayu lebih merata sehingga didapatkan tingkat kematangan gudeg sesuai yang di inginkan yaitu; enak, legit, tahan 24 jam dalam suhu ruang serta menghasilkan aroma khas gudeg yang harum.



Saya melihat banyak panci-panci besar untuk merebus gudeg dan pindang telur serta wajan untuk membuat sambal goreng kerecek dan orek tempe. Ada juga gudeg yang sudah masak dan masih dalam proses penghilangan uap panas sebelum dibawa ke ruang penyajian.






Beralih ke ruang penyajian, beberapa karyawan sigap melayani pesanan dari konsumen yang datang.
 Baik yang di makan di tempat maupun di bawa pulang semua dapat menikmati gudeg legendaris ini dengan rasa sama enaknya. Untuk kisaran harga tidak terlalu mahal dan sangat terjangkau. Satu porsi nasi gudeg krecek telur cukup hanya dengan mengeluarkan  uang sebesar Rp.12.000. Dan apabila ingin membawa gudeg untuk buah tangan dapat dibeli dengan varian harga Rp.55.000 dengan packing besek anyaman bambu.


Pemandangan proses pembuatan gudeg yang sederhana ini membuat saya terkesan. Ternyata di balik gudeg yang enak ada semangat melestarikan makanan tradisional dengan mempertahankan cara memasak seperti aslinya.

Bagaimana tertarik untuk melihat proses pembuatan gudeg yang legendaris ini ?
.
.
.
.

.
* Artikel ini sudah diterbitkan dan dimoderasi oleh tim detiktravel sbb;

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serunya wisata Budaya dan kuliner di Tangerang menjelang Imlek

Ingin ke Amsterdam? Via museum Fatahillah Jakarta saja

Tradisi Patekoan di Pantjoran Tea House