Tradisi Patekoan di Pantjoran Tea House

Pantjoran Tea House

Pantjoran Tea House adalah nama gedung bersejarah diujung jalan Pintu Besar Selatan kawasan Glodok Pancoran. Gedung yang awalnya sebuah toko obat bernama Chung Hwa, sudah berdiri sejak thn.1928.Yang menarik ada tradisi patekoan. Yaitu memberi air minum teh secara gratis pada setiap pejalan kaki yang melintas didepan gedung ini.

Pemilik toko ini pertama kali adalah Kapiten Gan Djie. Beliau yang mengadakan kebiasaan memberi minuman teh kepada pejalan kaki yang melintas didepan toko obatnya tanpa pandang bulu.

Karena selalu disediakan delapan teko dengan cangkirnya dimana dalam bahasa cina disebut "pat" dan dalam bahasa Indonesia disebut "teko" maka istilah "patekoan" menjadi terkenal didaerah tersebut. Maksud dari "patekoan" adalah simbol semangat persatuan dan rasa solidaritas yang diwujudkan dengan meminum teh dari teko dan cangkir yang telah disediakan secara cuma-cuma bagi siapa saja.

Kedelapan teko dibagi dua yaitu empat teko berisi air teh hangat tawar dan empat teko dengan pita merah berisi air teh hangat manis. Cangkir tersedia disetiap bagian teko. Para pelayan sering memeriksa ketersediaan air teh didalam teko-teko tersebut. Jika air teh sudah habis maka teko akan dibawa kedalam untuk diisi kembali, Begitu juga cangkir yang sudah digunakan akan dibawa kemudian dicuci  untuk diganti dengan cangkir baru. Tradisi patekoan ini dimulai dari jam 10.00 - 18.00 wib

Delapan Teko dan Cangkirnya 

Waktu Patekoan hanya dari jam 10.00 - 18.00wib

Bangunan ini mendapat pengakuan sebagai cagar budaya serta pernah dinominasikan oleh menteri pendidikan kebudayaan supaya diakui oleh UNESCO sebagai bangunan peninggalan bersejarah. Walaupun pada kenyataanya pihak UNESCO belum mengakui tetapi bangunan ini menjadi bagian sejarah penting di kawasan Glodok Pancoran Jakarta.

Interior di Pantjoran Tea House

Jendela peninggalan jaman dahulu

Sudut ruang jamuan makan

Kawasan Glodok dahulu adalah pusat perniagaan penting di Batavia. Selama Belanda berkuasa, Glodok adalah kawasan  yang paling sibuk dengan kegiatan perdagangan dan transportasi. Penyebutan kata "Glodok" sendiri menurut cerita karena sering terdengar aliran suara air dari  kanal pancuran berbunyi "grojok..grojok..grojok..". Bunyi tersebut oleh orang Chinese disebut "Glodok" sedangkan Pantjoran berasal dari bahasa Indonesia "Pancuran". Maka "Glodok Pantjoran" adalah nama yang kita kenal saat ini.

Siomay dan Dimsum ayam udang

Peralatan minum teh ala Tionghoa

Pao Taro dan Pao isi ayam panggang

Tahun 2015 bangunan ini, direvitalisasi oleh Jakarta Old Town Revitalization Corp (JOTRC). Setelah revitalisasi bangunan digunakan sebagai restaurant Pantjoran Tea House. Bangunan dijaga agar tetap memancarkan aura sejarah dimasa lalu dengan eksterior dan interiornya yang unik. Disamping pengunjung dapat menikmati sajian makanan dan minuman yang ada, pengunjung dapat melihat koleksi benda bersejarah disini.

Bagaimana tertarik berkunjung kesini?